Thursday, April 30, 2009

Lima Langkah Darurat untuk Menyelamatkan Bumi dari Perubahan Iklim


Kita mengetahui bahwa untuk menghentikan pemanasan global tidak mungkin dilakukan oleh seorang diri tetapi harus dilakukan melalui kerja sama semua orang. Tetapi walau bagaimanapun, mulailah dari diri kita sendiri, jadilah pahlawan lingkungan dan penyelamat bumi di saat yang kritis ini. Berikut adalah beberapa langkah praktis untuk menghentikan perubahan iklim.



1. Selamatkan Kehidupan dan Planet dengan Menghentikan Konsumsi Daging



Laporan Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO) telah membuka mata dunia, industri peternakan merupakan penyebab utama pemanasan global. Industri peternakan menghasilkan emisi gas rumah kaca sebesar 18 persen, jumlah ini melebihi gabungan emisi dari seluruh transportasi di dunia seperti motor, mobil, truk, pesawat, kapal, kereta api, helikopter yang menyumbang 13 persen gas rumah kaca atau pembangkit listrik di seluruh dunia yang menyumbangkan 11 persen gas rumah kaca.

PBB juga menambahkan bahwa emisi yang dihitung hanya berdasarkan emisi CO2 saja, padahal industri peternakan juga merupakan salah satu sumber utama pencemaran tanah dan air bersih. Peternakan melepaskan 9 persen karbon dioksida, 37 persen gas metana (mempunyai efek pemanasan 72 kali lebih kuat dari CO2 dalam 20 tahun pertama dan 23 kali lebih kuat dari CO2 dalam 100 tahun). Secara keseluruhan, sekitar 86 juta ton metana dihasilkan dari sistem pencernaan sapi dan kambing, dan 18 juta ton lagi berasal dari kotoran ternak yang menyumbang 65 persen dinitrogen oksida (mempunyai efek pemanasan 298 kali lebih kuat dari CO2), serta 64 persen amonia penyebab hujan asam.
Peternakan juga menjadi penggerak utama dari penebangan hutan. Diperkirakan 80 persen bekas hutan di Amazon telah dialih-fungsikan menjadi ladang ternak. Setiap tahunnya, industri peternakan menghasilkan emisi 2,4 miliar ton CO2. Di luar itu, peternakan menyita 30% dari seluruh permukaan tanah kering di Bumi dan 33% dari area tanah yang subur dijadikan ladang untuk menanam pakan ternak.


Sebuah laporan dari Earth Institute menegaskan bahwa diet berbasis tanaman hanya membutuhkan 25% energi yang dibutuhkan oleh diet yang berbasis daging. Penelitian yang dilakukan Profesor Gidon Eshel dan Pamela Martin dari Universitas Chicago juga memberikan kesimpulan yang sama: mengganti pola makan daging dengan pola makan vegetarian 50% lebih efektif untuk mencegah pemanasan global daripada mengganti sebuah mobil SUV dengan mobil hibrida. Seorang vegetarian dengan standar diet orang Amerika akan menghemat 1,5 ton emisi rumah kaca setiap tahunnya! Seorang vegetarian yang mengendarai SUV Hummer masih lebih bersahabat dengan lingkungan daripada seorang pemakan daging yang mengendarai sepeda!



2. Hemat Energi dan Hemat Sumber Daya Alam



Bila memungkinkan, carilah sumber-sumber energi alternatif yang tidak menghasilkan emisi CO2 seperti tenaga matahari, air, angin, nuklir, dan lain-lain. Bila terpaksa harus menggunakan bahan bakar fosil (yang mana akan menghasilkan emisi CO2), gunakanlah dengan bijak dan efisien. Hal ini termasuk menghemat listrik dan energi, apalagi Indonesia termasuk negara yang banyak menggunakan bahan bakar fosil (minyak, batubara) untuk pembangkit listriknya.

Matikan alat elektronik dari sumbernya atau tekan steker sampai lampunya mati, jangan biarkan alat elektronik dalam keadaan standby. Jangan biarkan kran, tempat penampungan air, tabung toilet mengalami kebocoran, sehingga air menetes keluar terus selama 24 jam, selain memboroskan sumber air yang berharga juga memboroskan uang Anda. Pergunakan peralatan listrik yang hemat energi, seperti lampu, rice cooker, TV, AC, dan peralatan listrik lainnya.

Matikan lampu apabila pencahayaan dari luar masih terang, atau saat kita sedang tidak berada di dalam ruangan, maksimalkan pencahayaan dari matahari, buka tirai jendela, pergunakan cat berwarna cerah di dalam rumah. Jangan membuka pintu lemari es terlalu lama karena setiap kali pintu lemari es dibuka maka diperlukan tarikan listrik yang tinggi untuk mendinginkan kembali suhunya, potong makanan dalam ukuran yang lebih kecil, karena ukuran makanan yang kecil akan cepat matang dan menggunakan energi lebih sedikit. Gunakan kertas secara bolak-balik untuk mengurangi pembabatan hutan. Dan yang terpenting, hindari kantong plastik, bawa tas sendiri.



3. Menanam Pohon dapat Memberi Manfaat bagi Bumi Kita



Tanaman hijau menyerap CO2 dari atmosfer dan menyimpannya dalam jaringannya. Tetapi setelah mati mereka akan melepaskan kembali CO2 ke udara. Lingkungan dengan banyak tanaman akan mengikat CO2 dengan baik, dan harus dipertahankan oleh generasi mendatang. Jika tidak, maka karbon yang sudah tersimpan dalam tanaman akan kembali terlepas ke udara sebagai CO2.

Dua tahun setelah menanam pohon muda yang berkayu keras, ilmuawan Universitas Lousiana Tech, menemukan bahwa pada setiap 4050 m2 dari hutan yang ditanami dapat menyerap cukup banyak karbon dari mobil yang berjalan selama satu tahun.
Sebuah studi oleh Dinas Kehutanan AS memperlihatkan bahwa dengan menanam 95.000 pohon pada dua wilayah bagian di ibukota Chicago telah memberikan udara yang lebih bersih dan akan menghemat $38 juta selama lebih dari 30 tahun sesuai untuk penurunan panas dan biaya pendingin.

Hutan mempunyai peranan yang sangat penting. Jika kita mempunyai hutan, maka itu berarti kita mempunyai senjata ekstra untuk memerangi p
erubahan iklim.



4. Kurangi Emisi Transportasi dan Beralih ke Energi Alternatif


Usahakan menggunakan transportasi massa daripada memiliki mobil sendiri yang selain boros biaya BBM, juga menghindari kemacetan di jalan, biaya parkir, asuransi, dan biaya pemeliharaan mobil. Berangkat atau pulang kerja secara berbarengan dengan rekan-rekan sekantor dalam satu mobil yang searah, sehingga bisa berbagi biaya perjalanan dengan mereka.

Apabila jarak rumah ke kantor atau tempat kerja dekat dan bisa ditempuh dengan naik sepeda, lebih baik menggunakan sepeda yang selain menghemat biaya perjalanan juga baik untuk menjaga kebugaran tubuh.
“Saya berusaha untuk menggunakan sepeda untuk pergi ke tempat kerja sesering yang saya bisa untuk menghemat energi.” - Margot Wallstrom, Wakil Presiden dari Komisi Uni Eropa.

Apabila memakai mobil sendiri, pergunakan mobil yang hemat bahan bakar atau bahkan beli mobil hibrida jika Anda mampu.




5. Daur Ulang dapat Membawa Perubahan


Kalifornia memperkirakan bahwa daur ulang pada setiap negara bagian akan menghemat penyaluran energi untuk 1,4 juta rumah, dan mengurangi 27.047 ton polusi pada air, menyelamatkan 14 juta pohon, dan mengurangi efek emisi gas rumah kaca yang setara dengan 3,8 juta mobil.
Universitas Teknik di Denmark menemukan bahwa aluminium yang didaur ulang menggunakan 95% lebih sedikit energi dibanding alumunium yang tidak didaur ulang, 70% lebih hemat energi untuk plastik, dan 40% lebih untuk kertas.
Dan yang terpenting:
Berubahlah!


Satu hal yang sangat penting di samping lima hal yang dapat kita lakukan di atas adalah keinginan dan motivasi kita sendiri untuk berubah.
Saran-saran di atas tidak akan berarti jika hanya menjadi bahan bacaan tanpa tindakan yang nyata. Kita harus benar-benar mulai mempraktikkannya dalam kehidupan sehari-hari. Kita tidak perlu mengambil langkah ekstrim untuk langsung berubah hanya dalam semalam bila hal itu terlalu berat bagi kita. Lakukanlah secara bertahap tapi konsisten dengan komitmen kita.


Jadilah contoh nyata bagi lingkungan dan orang-orang di sekitar kita. Contoh dan praktik yang kita berikan sangat penting untuk menginspirasi banyak orang lainnya untuk berubah pula. Bersuaralah dan beritahu kepada pemerintah, media, keluarga, kerabat, tetangga, sahabat, ,rekan kerja, dan masyarakat sekitar untuk menyelamatkan Bumi dari ancaman pemanasan global dan perubahan iklim. Berilah mereka dorongan untuk mencoba pola hidup mulia yang akan menyelamatkan planet kita tercinta ini.teman sekolah, rekan kerja, dan masyarakat sekitar untuk menyelamatkan Bumi dari ancaman pemanasan global dan perubahan iklim. Berilah mereka dorongan untuk mencob pola hidup mulia yang akan menyelamatkan planet kita tercinta ini.



Sendawa Sapi Menyumbang Laju Pemanasan Global yang Semakin Cepat

Emisi gas rumah kaca yang dikeluarkan oleh sendawa sapi naik lebih cepat daripada emisi-dari-manusia, demikian ungkap penelitian terbaru.
Berbagai macam studi telah menganalisa pengaruh karbon dioksida yang diproduksi oleh manusia terhadap perubahan iklim.
Tetapi penelitian terbaru telah menunjukkan bahwa sapi juga penghasil gas metana sama buruknya dengan manusia. Metana adalah satu gas rumah kaca yang bertahan di atmosfer lebih lama dan karena itu memiliki potensi pemanasan global yang lebih tinggi.
Dr. Andy Thorpe, ahli ekonomi dari Universitas Portsmouth, menemukan sekawanan 200 ekor sapi dapat menghasilkan emisi gas metana tahunan rata-rata setara emisi dari mengendarai mobil keluarga sejauh lebih dari 100.000 mil (180.000 km) dengan menggunakan empat galon (21.400 liter) bahan bakar minyak.
Ia menambahkan sementara emisi karbon dioksida telah naik 31% selama 250 tahun terakhir, metana sendiri telah meningkat 149% pada periode yang sama.
Metana di atmosfer diyakini bertanggung jawab atas seperlima pemanasan global yang dialami sejak tahun 1750.
Penghasil utama ini adalah hewan ternak yang mengeluarkan metana dalam jumlah besar saat mereka mencerna makanan mereka, lalu bersendawa.
Dr Thorpe mengatakan tiga perempat emisi metana hewan berasal dari negara berkembang karena meningkatnya kemakmuran di negara-negara itu dan “adanya permintaan hamburger” yang mendorong negara-negara berkembang untuk terus menghasilkan daging.
Ia menambahkan, “Dengan kondisi seperti itu, emisi metana di negara-negara berkembang kemungkinan akan meningkat.”
Penelitian itu, yang dirilis di jurnal Perubahan Iklim, kemungkinan akan menghidupkan kembali debat mengenai apakah memakan lebih sedikit daging dapat membantu mengatasi perubahan iklim – seperti yang direkomendasikan baru-baru ini oleh PBB.
Penelitian ini juga menjadi bahan masukan bagi rencana pemerintah Inggris untuk mengurangi emisi gas rumah kaca sebesar 80% pada tahun 2050, termasuk di sini sektor peternakan.

Ice Release from Beting

The ice that size almost as big as the City of New York separated from the South Pole to be icebergs this month. This happened after the fall of a bridge because the ice is estimated that global warming, according to a scientist on Tuesday (28 / 4).

"Ice field north of the Wilkins Ice shelf stable and does not become a cloud of ice float was first released," said Angelika Humbert, glacier expert at the University of Muenster in Germany explain matter images from the shelf satellite European Space Agency.

Humbert told Reuters on the ice covering approximately 700 square kilometers, larger than Singapore or Bahrain and almost as big as New York City-have had been separated from this month and Wilkins broken into pieces.

He says, ice covering 370 square kilometers was broken in the last days of the Wilkins Ice shelf, the last of about 10 in the shelf shrink the Antarctic Peninsula in a trend that is connected by the UN Climate Panel on global warming.

Clumps of ices that add a new 330 sq km offshore the ice this month with the failure of a bridge holding ice shelf between Wilkins Charcot Island and Antarctic Peninsula. Nine other shelf-ice that floats on the sea and the beach-related around the Antarctic Peninsula has been shrink or fall apart in the last 50 years, such as the Larsen A shelf in 1995 or Larsen B in 2002. This trend is considered caused by climate change due to fossil fuel gases that trap heat, said David Vaughan, British Antarctic Surveys scientists.

Wednesday, April 29, 2009

Jembatan es di Antartika patah

Sebuah jembatan es di Antartika yang menahan lapisan es sebesar wilayah Jamaika patah, dan ini memperbesar kekhawatiran soal dampak pemanasan global.Ada indikasi baru bahwa lempengan hamparan es itu mungkin akan segera terlepas dari Antarktika. Gambar-gambar satelit terbaru dari Badan Angkasa Eropa (ESA) menunjukkan bahwa salah satu jembatan es yang menghubungkan lempeng Wilksin dengan dua pulau yang berdampingan telah runtuh.Para ilmuwan mengatakan, pemanasan global menyebab ambruknya jembatan es tersebut. Lempeng itu telah mengalami penyusutan sejak tahun 1990-an, tapi ini kali pertama kehilangan salah satu penghubung yang menahannya tetap di tempat.Survei Kutub Selatan Inggris (British Antarctic Survey) menyatakan, enam lapisan es di bagian yang sama benua itu telah hilang. Sebuah foto satelit ESA menunjukkan gunung-gunung es baru tercipta yang mengapung di laut di belahan barat semenanjung Antarktika yang menonjol dari benua itu ke arah ujung selatan Amerika Selatan."Sangat mencengangkan bagaiman es itu pecah," kata David Vaughan, glasiologis pada British Antarctic Survey, seperti dikutip kantor berita Reuters. "Dua hari lalu, dia masih utuh. Kami menunggu lama untuk melihat ini," tambah Vaughan.Profesor Vaughan berdiri di atas jembatan es itu bulan Januari untuk menempatkan pelacak GPS untuk memantau pergerakan. Meski patahan itu tidak memengaruhi permukaan laut, ini memperbesar kekhawatiran soal dampak perubahan iklim di bagian Antarktika tersebut.Menurut ilmuwan, Semenanjung Antarktika telah mengalami pemanasan yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam masa 50 tahun terakhir. Beberapa lapisan es menyusut dalam 30 tahun terakhir, enam dari jumlah itu ambruk total

Penguin Decline in Antarctica Linked With Climate Change

By John Roach for National Geographic News


Emperor penguins like it cold. Now, scientists have determined that the penguins' susceptibility to climate change accounts for a dramatic decline in their number over the past half century.


Over the past 50 years, the population of Antarctic emperor penguins has declined by 50 percent. Using the longest series of data available, reseachers have shown that an abnormally long warm spell in the Southern Ocean during the late 1970s contributed to a decline in the population of emperor penguins at Terre Adelie, Antarctica.

The warm spell of the late 1970s is related to the Antarctic circumpolar wave—huge masses of warm and cold water that circle Antarctica about once every eight years. In response to this cycle, Terre Adelie experiences a warming period every four or five years that generally lasts about a year.

In the late 1970s, however, the warming continued for several years. Whether it was the result of natural climate variability in the Antarctic circumpolar wave cycle or an anomaly related to global warming is not possible to determine because air and sea surface temperature data from many years ago are not available. Weimerskirch thinks the unusually warm spell was probably the result of global warming.

Shrinking Levels of Ice

Warmer air and sea surface temperatures in the Antarctic reduce the amount of ice in the sea. This, in turn, leads to smaller populations of krill, a shrimp-like crustacean that is a staple of the emperor penguin's diet. With less food to eat, emperor penguins die.

Reporting in the May 10 issue of Nature, Weimerskirch and his colleague Christophe Barbraud say this is the scenario that led to the sharp decline in the penguin population at Terre Adelie.

"The population decreased because of the low rates of survival over four to five successive years," said Weimerskirch.

In the early 1980s the winter air and sea surface temperatures dropped, and the emperor penguin population stabilized.

Although higher levels of sea ice increase the food supply, such conditions have a negative effect on reproduction because emperor penguins hatch fewer eggs when sea ice is more extensive.

After laying eggs, a female travels across the ice and out to sea to feed on krill, fish and squid that she regurgitates to feed her young. The male keeps the eggs warm until she returns. But when the sea ice is extensive, the female may be gone for months. The male eventually gives in to his hunger and abandons the egg or chick.

Caution Against Generalizations

Thus, as the scientists note in their paper in Nature, extensive sea ice poses a trade-off for emperor penguins. In population terms, its nutritional advantage, which favors higher survival and further reproduction, "outmatches its physical disadvantage of reducing fecundity," they write.

Despite the findings that show a negative effect of global warming on emperor penguin populations, Weimerskirch cautions against making generalizations about the impacts of climate change on wildlife. For example, a reduction in the amount of sea ice is favorable to Adelie penguins, he said. On the other hand, elephant seals and some albatross species were also negatively affected by the prolonged warming period in the 1970s.

Climate scientists believe that Earth's polar regions are harbingers of the effects of global warming and play a major role in regulating global climate. The Antarctic circumpolar wave, for example, is tied to episodes of drought and deluges of rain in Australia.

The science, however, is still evolving. "We are progressively understanding how environmental variability affects populations," said Weimerskirch.

Monday, April 27, 2009

What is 'Climate Change' ?

Mungkin sampai sekarang masih ada yang belum peka dengan masalah terbesar yang sedang kita alami di dunia ini. Suhu udara yang setiap saat semakin memanas, naiknya ketinggian permukaan air laut. Semua ini biasa kita kenal dengan pemanasan global atau global warming. Nah apa bedanya dengan Climate Change? yang pasti Global warming ini merupakan salah satu efek dari perubahan iklim yang drastis ini atau Climate Change.

Climate change inilah yang menjadi penyebab atau sebagai pangkal permasalahan yang sedang dialami oleh seluruh dunia. Bukan hanya suhu saja namun juga keadaan iklim di seluruh dunia menjadi kacau. namun bagaimanapun juga perubaha iklim ini dapat ditanggulangi dengan penanggulangan pemanasan global. Yang menjadi inti pemanasan global ini adalah bocornya lubang ozon dan efek rumah kaca yang biasa kita kenal dengan 'green house effect'. Mengapa efek rumah kaca dapat mengakibatkan global warming? Gas karbon dioksida yang terlepas dari sisa hasil pembakaran baik kendaraan bermotor, sampah, bahkan respirasi makhluk hidup dapat memantulkan panas yang seharusnya dilepaskan kembali ke atmosfer manjadi tertahan seakan akan dikurung di permukaan bumi. Jadilah peningkatan suhu yang terjadi setiap harinya. salah satu cara untuk mengurangi kadar CO2 ini adalh menanam pohon atau tumbuhan besar. Karena pohon dapat menyerap kerena membutuhkan CO2 ini untuk proses fotosintesa. dengan adanya pohon kadar CO2 dapat berkurang. Karena seakan-akan mustahil jika kita memaksakan untuk mengurangi pemakaian kendaraan. Dimana kita alami bahwa kendaraan di zaman yang serba cepat ini menjadi suatu kebutuhan sekunder bukanlah tersier.

Jadi inilah mengapa kami mengambil tema My Way My World
Karena menurut kami, dunia ini terbentuk karena ulah-ulah manusia yang menghuninya. Semua orang pasti sudah tahu bahwa
global warming sekarang ini, disebabkan oleh manusia. Ya...kita-kita sendiri. Dan masih saja banyak orang yang belum "mau" sadar akan keadaan dunia ini. Mungkin mereka sudah tahu, tetapi tetap saja tidak mau berubah.

Dampak yang sangat besar bagi dunia ini jika hal ini tidak kita tanggulangi. Tidak cukup hanya pemerintah saja yang bergerak. Tidak mungkin hanya segelintir orang dapat mengubah nasib dunia ini. Hanya dengan kesadarn dari setiap orang dunia dapat berubah. Apakah mungkin kita akan mewarisi masalah yang kita buat pada anak cucu kita. Kita bebankan semuanya pada mereka? Tentulah tidak. Jadi mulailah dari hal kecil. gerakan menanam pohon, hal ini dapat memperingan segala yang sudah kita mulai.